MAKALAH PANCASILA DAN (LIBERALISME, KOMUNISME DAN AGAMA)

MAKALAH PRESENTASI

PANCASILA DAN (LIBERALISME, KOMUNISME DAN AGAMA)




MATA KULIAH: PENDIDIKAN PANCASILA
DOSEN : KRISNOMO WISNU TRIHATMAN, M.Si















Disusun Oleh:

NUR HAYATI 
PARIS ALFIAN HARYANTO 
YULIUS HARYANTO SERAN 



PANCASILA DAN (LIBERALISME, KOMUNISME DAN AGAMA)
  1. PANCASILA & LIBERALISME
1.1  Apa itu Liberalisme.
Liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Paham liberalisme berkembang dari akar-akar rasionalisme, materialisme, dan empirisme. Rasionalisme adalah paham yang meletakkan rasio sebagai sumber kebenaran tertinggi. Materialisme adalah paham yang meletakkan materi sebagai nilai tertinggi. Sedangkan empirisme mendasarkan atas kebenaran fakta empiris yang meletakkan kebebasan individu sebagai nilai teringgi dalam kehidupan masyarakat dan negara.
Liberalisme memiliki prinsip bahwa rakyat adalah ikatan individu-individu yang bebas dan ikatan hukumlah yang mendasari kehidupan bersama dalam negara. Kebebasan manusia dalam realisasi demokrasi senanstiasa berdasarkan atas kebebasan individu di atas segala-galanya. Rasio merupakan hakikat tingkatan tertinggi dalam negara sehingga dimungkinkan kedudukannya masih lebih tinggi dari nilai religius.
Di Indonesia sendiri, pengaruh liberalisme dirasakan pada periode tahun 1950-1959, dimana pemerintahan pada saat itu boleh dikatakan sedang menjalankan sistem demokrasi liberal. Sistem parlementer dengan banyak partai politik memberi nuansa baru sebagaimana terjadi di dunia Barat. Ketidakpuasan dan gerakan kedaerahan cukup kuat pada periode ini, seperti PRRI dan Permesta pada tahun 1957. Keadaan tersebut mengakibatkan perubahan yang begitu signifikan dalam kehidupan bernegara. Pada 1950-1960 partai-partai Islam sebagai hasil pemilihan umum 1955 muncul sebagai kekuatan Islam, yaitu Masyumi, NU dan PSII, yang sebenarnya merupakan kekuatan Islam di Parlemen tetapi tidak dimanfaatkan dalam bentuk koalisi. Meski PKI menduduki empat besar dalam Pemilu 1955, tetapi secara ideologis belum merapat pada pemerintah. Namun mengenai Pancasila dalam posisi itu tidak mengalami perubahan, artinya Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia.

1.2 Paradigma Liberalisme Kapitalis
Manusia ingin hidup bebas (liberal), maka pengawasan manusia atas manusia haruslah dikurangi. Sehingga protes menyuarakan hidup dan kehidupan dilontarkan. Contohnya kebebasan berpendapat, bergaul, beragama, berpikir, menulis, mencari nafkah, berkumpul, dan eksistensi. Kelompok liberalis menganggap bahwa penertiban dan peraturan kurang manusiawi dan terlalu sentralistis, tidak demokratis, mengekang privasi dan hak asasi manusia. Sehingga lebih jauh mereka menuntut hal-hal berikut:
a.       Mengumpulkan kekayaan secara bebas
b.      Persaingan bebas dalam berpolitik
c.       Pasar bebas dalam perdagangan
d.      Kehidupan bebas dalam  pergaulan
e.       Pemerintahan yang bebas.

Dari prinsip inilah menyebabkan pemerintahan liberal melahirkan sebuah kebebasan yang tak terbatas, sehingga tindak asusila tidak jarang untuk ditemui di pemerintahan seperti ini. Baik itu kaum homosex (pasangan sejenis) yang lazim di istilahkan sepasang pengantin berdasi, tidak hanya itu lebih jauh ditemukan banyaknya pembuatan film cabul, pelacuran terang-terangan, penjualan senjata api dan kebebasan memilikinya, perjudian resmi yang dilindungi oleh negara dan merupakan salah satu pemasukan negara.
Kapitalis lahir dari prinsip fundamental (dasar) yang dikembangkan oleh pemilik modal dalam berdagang. Akibatnya timbul keuntungan tanpa batas dan bersaing secara bebas serta menguasai alat produksi masyarakat misalnya :
a.       Menumpuk barang dan jasa
b.      Pemilikan modal untuk segala jenis perdagangan
c.       Produksi besar-besaran dengan mesin modern
d.      Eksploitasi tenaga manusia dan sumber alam

1.3 Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Liberalisme
Negara memberi kebebasan kepada warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing. Namun dalam negara liberal juga diberi kebebasan untuk tidak percaya kepada Tuhan (atheis) bahkan negara liberal memberi kebebasan warganya untuk menilai dan mengkritik Tuhannya. Karena menurut liberal bahwa kebenaran individu adalah sumber kebenaran tertinggi.
Nilai-nilai agama dalam negara dipisahkan dan dibedakan dengan negara, keputusan, dan ketentuan kenegaraan terutama peraturan perundang-undangan walaupun ketentuan tersebut bertentangan dengan norma-norma agama. Misalnya UU Aborsi di Irlandia tetap diberlakukan walaupun ditentang oleh Gereja dan agama lain. Berdasarkan pandangan filosofis tersebut hampir dapat dipastikan bahwa dalam sistem negara liberal membedakan dan memisahkan antara negara dengan agama atau yang bersifat sekuler.

1.4 Pancasila dan Liberalisme.
Pancasila, dengan rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa telah memberikan sifat yang khas kepada negara Indonesia, yaitu bukan merupakan negara sekuler yang memisah-misahkan agama dengan negara.
Indonesia tidak menerima liberalisme dikarenakan individualisme Barat yang mengutamakan kebebasan makhluknya, sedangkan paham integralistik yang kita anut memandang manusia sebagai individu dan sekaligus juga makhluk sosial. Paham integralistik pertama kali diusulkan oleh Soepomo pada sidang BPUPKI yang berakar pada budaya bangsa. Bangsa Indonesia terdiri atas manusia-manusia sebagai individu, keluarga-keluarga, kelompok-kelompok, golongan-golongan, suku bangsa-suku bangsa, kelompok-kelompok yang hidup dalam suatu wilayah yang terdiri atas beribu-ribu pulau yang memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam. Keseluruhannya itu merupakan suatu kesatuan integral baik lahir maupun batin. Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan asas kebersamaan hidup, mendambakan keselarasan dalam hubungan antarindividu maupun masyarakat. Hal ini menyatakan paham negara integralistik tidak memihak yang kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas dan tidak juga mengenal tirani minoritas.


  1. PANCASILA & KOMUNISME
2.1  Apa itu Komunisme.
Pada awalnya, sosialisme dan komunisme mempunyai arti yang sama, tetapi akhirnya komunisme lebih dipakai untuk aliran sosialis yang lebih radikal. Kaum komunis modern menganggap dirinya sebagai ahli waris teori Marxis sebagaimana yang tertera dalam Manifesto Komunis oleh Marx dan Engels. Marxisme menganggap pengawasan alat produksi tidak saja sebagai kunci kekuasaan ekonomi, tetapi juga kunci kekuasaan politik dalam Negara. 
Istilah komunisme sering dicampuradukkan dengan Marxisme. Komunisme adalah ideologi yang digunakan partai komunis di seluruh dunia. Racikan ideologi ini berasal dari pemikiran Lenin sehingga dapat pula disebut "Marxisme-Leninisme". Dalam komunisme perubahan sosial harus dimulai dari peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya, perubahan sosial dimulai dari buruh, namun pengorganisasian Buruh hanya dapat berhasil jika bernaung di bawah dominasi partai.
Komunisme sebagai anti kapitalisme menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan, dimana kepemilikan modal atas individu sangat dibatasi. Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata. Komunisme sangat membatasi demokrasi pada rakyatnya, dan karenanya komunisme juga disebut anti liberalisme.
Ciri-ciri inti masyarakat komunisme adalah penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi, penghapusan adanya kelas-kelas sosial, menghilangnya negara, penghapusan pembagian kerja. Kelas-kelas tidak perlu dihapus secara khusus sesudah kelas kapitalis ditiadakan; karena kapitalisme sendiri sudah menghapus semua kelas, sehingga tinggal kelas proletariat. Itulah sebabnya, revolusi sosialis tidak akan menghasilkan masyarakat dengan kelas atas dan kelas bawah lagi.
Secara umum komunisme sangat membatasi agama pada rakyatnya, dengan prinsip agama adalah racun yang membatasi rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan nyata (Marx).

2.2 Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Komunisme
Komunisme berpaham atheis karena manusia ditentukan oleh diri sendiri. Agama menurut komunisme adalah realisasi fanatis makhluk manusia, agama adalah keluhan makhluk tertindas. Negara yang berpaham komunisme adalah bersifat atheis bahkan melarang dan menekan kehidupan agama. Nilai tertinggi dalam negara adalah materi sehingga manusia ditentukan materi.

2.3 Komunisme di Indonesia.
Dalam periode 1945-1950, kedudukan Pancasila dirongrong banyak kekuatan eksternal untuk diarahkan ke ideologi tertentu, yaitu gerakan DI/TII yang akan mengubah Republik Indonesia menjadi negara Islam dan Pemberontakan PKI yang ingin mengubah RI menjadi negara komunis (Marwati Djoned Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, 1982/83 kemudian dikutip oleh Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed.), 2010: 39). Namun pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945, berarti kembali ke Pancasila.
Menghadapi bahaya komunisme, pada suatu kesempatan, Dr. Johanes Leimena pernah mengatakan, “Salah satu factor lain yang selalu dipandang sebagai sumber krisis yang paling berbahaya adalah komunisme. Dalam situasi di mana kemiskinan memegang peranan dan dalam hal satu golongan saja menikmati kekayaan alam, komunisme dapat diterima dan mendapat tempat yang subur di tengahtengah masyarakat”. Oleh karena itu, menurut Dr. Johanes Leimena, harus ada usaha-usaha yang lebih keras untuk meningkatkan kemakmuran di daerah pedesaan. Cara lain untuk memberantas komunisme ialah mempelajari dengan seksama ajaran-ajaran komunisme itu. Mempelajari ajaran itu agar tidak mudah dijebak oleh rayuan-rayuan komunisme. Bagi orang Kristen, ajaran komunisme bias menyesatkan karena bertentangan dengan ajaran Kristus dan falsafah Pancasila (Pieris, 2004: 212). Komunisme tidak pernah diterima dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan Negara komunisme lazimnya bersifat atheis yang menolak agama dalam suatu Negara. Sedangkan Indonesia sebagai Negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, merupakan pilihan kreatif dan merupakan proses elektis inkorporatif. Artinya pilihan negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa adalah khas dan nampaknya sesuai dengan kondisi objektif bangsa Indonesia (Kelan, 2012: 254-255).
Selain itu, ideologi komunis juga tidak menghormati manusia sebagai makhluk individu. Prestasi dan hak milik individu tidak diakui. Ideologi komunis bersifat totaliter, karena tidak membuka pintu sedikit pun terhadap alam pikiran lain. Ideologi semacam ini bersifat otoriter dengan menuntut penganutnya bersikap dogmatis, suatu ideology yang bersifat tertutup. Berbeda dengan Pancasila yang bersifat terbuka, Pancasila memberikan kemungkinan dan bahkan menuntut sikap kritis dan rasional. Pancasila bersifat dinamis, yang mampu memberikan jawaban atas tantangan yang berbeda-beda dalam zaman sekarang (Poespowardojo, 1989: 203-204).
Pelarangan penyebaran ideologi komunis ditegaskan dalam Tap MPR No. XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran PKI, pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran komunisme/marxisme dan leninisme yang diperkuat dengan Tap MPR No. IX/MPR/1978 dan Tap MPR No VIII/MPR/1983.

  1. PANCASILA DAN AGAMA
Pancasila yang di dalamnya terkandung dasar filsafat hubungan negara dan agama merupakan karya besar bangsa Indonesia melalui The Founding Fathers Negara Republik Indonesia. (Ayathrohaedi dalam Kaelan, 2012). Pancasila mengisyaratkan bahwa kesadaran akan adanya Tuhan milik semua orang dan berbagai agama. Tuhan menurut terminologi Pancasila adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang tak terbagi, yang maknanya sejalan dengan agama Islam, Kristen, Budha, Hindu dan bahkan juga Animisme.
Menurut Notonegoro (dalam Kaelan, 2012: 47), asal mula Pancasila secara langsung salah satunya asal mula bahan (Kausa Materialis) yang menyatakan bahwa “bangsa Indonesia adalah sebagai asal dari nilai-nilai Panasila, …yang digali dari bangsa Indonesia yang berupa nilai-nilai adat-istiadat kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia”. Sejak zaman purbakala hingga pintu gerbang (kemerdekaan) negara Indonesia, masyarakat Nusantara telah melewati ribuan tahun pengaruh agama-agama lokal, (sekitar) 14 abad pengaruh Hinduisme dan Budhisme, (sekitar) 7 abad pengaruh Islam, dan (sekitar) 4 abad pengaruh Kristen (Latif, 2011: 57). Dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular dijumpai kalimat yang kemudian dikenal Bhinneka Tunggal Ika. Sebenarnya kalimat tersebut secara lengkap berbunyi Bhinneka Tunggal Ika Tan Hanna Dharma Mangrua, artinya walaupun berbeda, satu jua adanya, sebab tidak ada agama yang mempunyai tujuan yang berbeda (Hartono, 1992: 5).
Kuatnya faham keagamaan dalam formasi kebangsaan Indonesia membuat para pendiri bangsa tidak dapat membayangkan ruang publik hampa Tuhan. Sejak decade 1920-an, ketika Indonesia mulai dibayangkan sebagai komunitas politik bersama, mengatasi komunitas cultural dari ragam etnis dan agama, ide kebangsaan tidak terlepas dari Ketuhanan (Latif, 2011: 67). Secara lengkap pentingnya dasar Ketuhanan ketika dirumuskan oleh founding fathers negara kita dapat dibaca pada pidato Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945, ketika berbicara mengenai dasar negara (philosophische grondslag) yang menyatakan, “Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih, yang Islam menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w, orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitabkitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan. Secara kebudayaan yakni dengan tiada “egoisme agama”. Dan hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang ber-Tuhan” (Zoelva, 2012). Pernyataan ini mengandung dua arti pokok. Pertama pengakuan akan eksistensi agama-agama di Indonesia yang, menurut Ir. Soekarno, “mendapat tempat yang sebaik-baiknya”. Kedua, posisi negara terhadap agama, Ir. Soekarno menegaskan bahwa “negara kita akan ber- Tuhan”. Bahkan dalam bagian akhir pidatonya, Ir. Soekarno mengatakan, “Hatiku akan berpesta raya, jikalau saudarasaudara menyetujui bahwa Indonesia berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini relevan dengan ayat (1) dan (2) Pasal 29 UUD 1945 (Ali, 2009: 118).
Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna bahwa manusia Indonesia harus mengabdi kepada satu Tuhan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan mengalahkan ilah-ilah atau Tuhan-Tuhan lain yang bisa mempersekutukannya.

Bilamana dirinci, maka hubungan negara dengan agama menurut NKRI yang berdasarkan Pancasila adalah sebagai berikut (Kaelan, 2012: 215-216):
a. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang ber- Ketuhanan yang Maha Esa. Konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi untuk memeluk dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masingmasing.
c. Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekularisme karena hakikatnya manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
d. Tidak ada tempat bagi pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter pemeluk agama serta antar pemeluk agama.
e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketakwaan itu bukan hasil paksaan bagi siapapun juga.
f. Memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama dalam negara.
g. Segala aspek dalam melaksanakan dan menyelenggatakan negara harus sesuai dengan nilainilai Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-norma Hukum positif maupun norma moral baik moral agama maupun moral para penyelenggara negara.
h. Negara pda hakikatnya adalah merupakan “…berkatrahmat Allah yang Maha Esa”.

  1. TABEL PERBEDAAN IDEOLOGI

BIDANG
PERBEDAAN IDEOLOGI
PANCASILA
KOMUNISME
LIBERALISME
AGAMA
Setiap individu bebas memilih agama, agama harus menuntun kepada masyarakat yang beradap
Agama merupakan candu masyarakat, agama harus dijauhkan dari masyarakat, atheime
Setiap individu bebas memilih agama, setiap individu bebas untuk tidak beragama
HUKUM
Masyarakat harus taat pada hukum, Negara harus melindungi masyarakat
Negara bebas menjalankan hukum dan menerapkan hukum di masyarakat
Masyarakat harus taat kepada hukum dan peraturan Negara, masyarakat diberikan kebebasan asal tidak melanggar hukum
POLITIK
Politik diberikan kebebasan di pemerintahan dengan syarat tidak melanggar hukum Negara.
Dalam pemerintahan politik dilarang untuk bebas, hanya ada satu parpol yang berkuasa di pemerintahan.
Politik diberikan kebebasan berdemokrasi di pemerintahan Negara dengan tidak melanggar hukum.
EKONOMI
Masyarakat diberikan kebebasan untuk mengelola sumber daya alam yang ada demi kesejahteraan, namun Negara tetap di utamakan.
Perekonomian sebagian besar di kelola Negara untuk kesejahteraan masyarakat.
Sebagian besar sumber daya dikelola masyarakat namun perekonomian menjadi monopoli Negara.

  1. KESIMPULAN

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia adalah kekayaan bangsa yang sarat akan prinsip moral dan kebijaksanaan, yang lahir dari nilai-nilai kebudayaan dan agama-agama yang ada di Indonesia sendiri. *(Feb,2017)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tradisi Fenomenologis dalam Teori Komunikasi

TEORI INTERPRETIF