DASAR-DASAR KOMUNIKASI EFEKTIF DAN PSIKOLOGI KOMUNIKATOR
DASAR-DASAR
KOMUNIKASI EFEKTIF
DAN
PSIKOLOGI KOMUNIKATOR
Tugas
Matakuliah:
Pengantar
Ilmu Komunikasi
Drs.
Riswandi, M.Si
Sabtu,
07:00 – 09:29
C-415
Disusun
Oleh:
M.Gofi
(NIM)
M.
Hanif (NIM)
Winda
Novita (44116110022)
Zahra
(NIM)
FAKULTAS
ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
MERCU BUANA
JAKARTA
2016
Kata Pengantar
Puji
dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulisan
makalah ini tidak luput dari hambatan dan kesulitan bila tanpa bimbingan,
dorongan, saran, kritik dan bantuan dari beberapa pihak yang berkaitan dengan
penulisan makalah ini. untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu baik berupa moril dan materil sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.
Terlepas
dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini. kami juga berharap semoga makalah tentang “DASAR-DASAR
KOMUNIKASI EFEKTIF DAN PSIKOLOGI KOMUNIKATOR” ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak.
Jakarta, 12 Desember 2016
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Dasar-dasar
komunikasi efektif
2.1.1 Komunikasi
efektif
2.1.2 Proses Komunikasi
efektif
2.2 Psikologi
Komunikator
2.2.1 Pengantar
Psikologi Komunikator
2.2.2 Ethos
2.2.3 Dimensi-dimensi
Ethos
BAB 3 KESIMPULAN
DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Untuk
memperoleh pemahaman dasar-dasar komunikasi efektif dan psikologi komunikator,
maka dari awal pembahasan yang perlu dipahami adalah pemahaman mengenai apa dasar-dasar
komunikasi efektif dan psikologi komunikator, dengan adanya pemahaman tersebut
mahasiwa akan mengetahi tentang pengertian dasar-dasar komunikasi efektif dan
psikologi komunikator dalam kehidupan manusia menurut ruang lingkup dan
konteksnya
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian Komunikasi efektif ?
2. Apa
proses komunikasi efektif?
3. Apa
pengertian psikologi komunikator?
4. Apa
pengertian ethos?
5. Apa
saja dimensi-dimensi ethos?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dasar-dasar
Komunikasi efektif
2.1.1 Komunikasi
efektif
Komunikasi
efektif adalah pertukaran informasi, ide, perasaan yang menghasilkan perubahan
sikap sehingga terjalin sebuah hubungan baik antara pemberi pesan dan penerima
pesan.
Menurut Stewart L.Tubbs da Sylvia Moss, komunikasi efektif menimbulkan 5 hal, yaitu :
1. Pengertian
Pengertian
artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oleh
komunikator. Sering kali pertengkaran atau konflik terjadi karena pesan kita
diartikan lain oleh orang yang kita ajak bicara. Kegagalan menerima isi pesan
secara cermat disebut kegagalan komunikasi primer (primary breakdown in
communication). Dalam konteks inilah diperlukan pemahaman orang tentang
psikologi pesan dan psikologi komunikator.
2. Kesenangan
Tidak
semua komunikasi ditunjukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk
pengertian. Misalnya ketika kita mengucapkan Selamat pagi, apa kabar? Kita
tidak bermaksud mencari keterangan. Komunikasi seperti ini dimaksudkan untuk
menimbulkan kesenangan, yang lazim disebut komunikasi fatis (phatic
communication). Komunikasi seperti ini menjadikan hubungan kita hangat, akrab
dan menyenangkan. Dalam analisis transaksional ini disebut saya oke, anda oke.
Ini memerlukan psikologi-psikologi tentang sistem komunikasi interpersonal.
Bentuk-bentuk analisis transaksional dalam komunikasi antar pribadi itu adalah
:
a. Saya
oke – anda oke
b. Saya
oke-anda tidak oke
c. Saya
tidak oke-anda oke
d. Saya
dan anda sama-sama tidak oke
3. Mempengaruhi
sikap
Kita
paling sering melakukan komunikasi untuk mempengaruhi orang lain. Misalnya :
-
Khotib ingin
membangkitkan sikap iklas dalam beramal dan mendorong jemaah untuk saling
tolong menolong dalam kebaikan.
-
Politisi ingin
menciptakan citra yang baik pada konstituennya.
-
Orang tua dirumah
memberikan nasehat agar anaknya menjauhi rokok dan narkoba
Semua yang disebutkan
diatas adalah termasuk komunikasi persuasif. Komunikasi persuasif memerlukan
pemahaman tentang faktor-faktor pada diri komunikator, dan pesan yang
menimbulkan efek pada komunikan. Persuasif didefinisikan sebagai proses
pengaruh pendapat, sikap, dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi
psikologi sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri.
4. Hubungan
sosial yang baik
Komunikasi
juga ditunjukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Kebutuhan sosial
adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan
dengan orang lain dalam hal ini interaksi dan asosiasi, pengendalian dan
kekuasaan, serta cinta kasih. Secara singkat, kita ingin bergabung dan
berhubungan dengan orang lain, kita ingin mengendalikan dan dikendalikan, kita
ingin mencintai dan dicintai. Kebutuhan sosial ini hanya bisa dipenuhi dengan
komunikasi interpersonal yang efektif. Hasil penelitian Philip G.Zimbardo
menemukan, bahwa anonimitas timbul mungkin karena kegagalan komunikasi
interpersonal dalam menumbuhkan hubungan sosial yangbaik. Supaya manusia tetap
hidup secara sosial, untuk sosial survival, ia harus terampil dan memahami
faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas komunikasi interpersonal seperti
persepsi interpersonal, dan hubungan interpersonal.
5. Tindakan
Tindakan
atau prilaku adalah petunjuk yang paling mudah dilihat sebagai tanda telah
berlangsung suatu proses komunikasi efektif, meskipun paling sulit untuk
menggerakan orang untuk melakukan suatu prilaku/ perbuatan. Tindakan adalah
dimensi/ komponen konatif/ psikomotorik dari psikologi.
Berdasarkan
pembahasan tentang pengertian, kesenangan, hubungan sosial yang baik, perubahan
sikap, dan tindakan sebagaimana dikemukakan diatas dapatlah disimpulkan bahwa
kelima indikator komunikasi efektif tersebut jika diringkas isinya adalah
KOGNITIF, EFEKTIF dan KONATIF.
2.1.2
Proses
Komunikasi Efektif
Berikut
ini dikemukakan pandangan lain tentang komunikais efektif. Proses komunikasi
efektif meliputi 5 konsep yang secara mudahnya disingkat dengan REACH, yaitu
sebagai berikut:
1. Respect
Respect
berarti sikap menghargai setiap induvidu yang menjadi sasaran pesan yang kita
sampaikan. Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum yang pertama dalam
kita berkomunikasi dengan orang lain. Ingitlah bahwa pada prinsipnya manusia
ingin dihargai dan diangggap penting. Jika bahkan harus mengkritik atau
memarahi orang, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri orang lain.
Jika komunikasi dapat dibangun dengan rasa dan sikap saling menghargai dan
menghormati, maka kerjasama dapat terjalin dengan menghasilkan sinergi yang
akan meningkatkan efektivitas kita sebagai individu, baik secara personal
ataupun sebagai sebuah tim.
2. Empathy
Empati
adalah kemampuan individu untuk menempatkan diri pada suatu situasi atau
kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam
memiliki sikap empati adalah kemampuan untuk mendengarkan atau mengerti
terlebih dahulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Dengan
memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun
keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi
dengan orang lain. Rasa empathy akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan
pesan (message ) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan
(receiver) menerimannya. Oleh karena itu dalam ilmu pemasaran (marketing)
memahami prilaku konsumen (consumer’s behavior) merupakan keharusan dengan
memahami pilaku konsumen, maka kita dapat empati dengan apa yang menjadi
kebutuhan, keinginan, minat, harapan dan kesenangan dari konsumen. Demikian
halnya dalam sebuah tim, tentu saja semua individu harus dapat memahami dan
mengerti keberadaan orang lain dalam tim. Begitu pula dalam membangun
komunikasi atau mengirimkan pesan, individu perlu mengerti dan memahami dengan
empati calon penerima pesan.
Empati
bisa juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perspektif atau siap
dan menerima masukan ataupun umpan balik apapun dengan sikap yang positif.
Banyak sekali dari kita yang tidak mau mendengarkan saran., masukan apalagi
kritik dari orang lain. Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah.
3. Audible
Audible
memiliki makna yaitu dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati
berarti individu harus mendengar lebih dahulu ataupun mampu menerima umpan
balik dengan baik, maka audible berarti pesna yang disampaikan dapat diterima oleh
penerima pesan. Ini berarti pesan yang disampaikan melalui media atau delivery
channel, dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Ini mengacu kepada
kemampuan individu dalam menggunakan media maupun peralatan audio visual untuk
membantu menyampaikan pesan kepada penerima pesan.
4. Clarity
Pesan
selain harus dapat dimengerti, juga dibutuhkan kejelasan dari pesan itu sendiri
sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran. Akibat kesalahan penafsiran,
dapat terjadi berbagai dampak yang tidak sederhana. Clarity dapat pula berarti
keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan
sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi/disembunyikan), sehingga dapat
menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tim. Karena tanpa
keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan
semangat dan antusiasme kelompok atau tim.
5. Humble
Yang
kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap
ini merupakan unsur yang terkait dengan unsur pertama untuk membangun rasa
menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita
miliki. Sikap rendah hati antara lain sikap yang penuh melayani, sikap
menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang
rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan
penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Jika
komunikasi yang dbangun didasarkan pada lima pokok komunikasi yang efektif ini,
maka dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain yang penuh dengan
penghargaan(respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka
panjang yang saling menguntungkan dan saling menguatkan.
Menurut
Santoso Sastropoetro berkomunikasi efektif berarti bahwa komunikator dan
komunikan sama-sama memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan, atau
disebut dengan The communication is in tune. Agar komunikasi dapat berjalan
dengan efektif, harus dipenuhi beberapa syarat
a. Menciptakan
suasana komunikasi yang menguntungkan
b. Menggunakan
bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti
c. Pesan
yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat bagi pihak komunikan.
d. Pesan
dapat menggugah kepentingan yang dapat menguntungkan
e. Pesan
dapat menunbuhkan suatu penghargaan bagi pihak komunikan.
2.2
Psikologi
Komunikator
2.2.1
Pengantar Psikologi Komunikator
Ilustrasi, pada saat anda mengendarai sepeda motor / mobil
tiba tiba anda menerobos lampu merah,dan ada seseorang yg menghampiri anda
mengenakan baju setelan berwarna coklat,memakai topi, dan dikalungkannya
pluit.Sesaat kemudian dia hormat kepada anda dan menanyakan “ boleh saya lihat
SIM / STNK anda “.Apa yang anda pikirkan tentang seseorang yang menghampiri
anda itu? mungkin dengan cepat anda berkesimpulan bahwa dia adalah seorang POLISI.
Itulah psikologi
komunikator. Artinya,
untuk bisa dipercayai orang lain diperlukan bukah saja bisa/dapat berbicara
tetapi juga memerlukan ”penampilan” yang meyakinkan. He doesn’t communicate
what he says, he communicates what he is. Artinya ia tidak dapat menyuruh
pendengar hanya memperhatikan apa yang ia katakan. Pendengar juga akan
memperhatikan siapa yang mengatakan atau menyampaikan semua pesan-pesan
tersebut. Bahkan kadang-kadang unsur “siapa” ini lebih penting dari unsur
“apa”. Memang pakaian bukanlah segala-galanya, tetapi banyak teori psikologi
yang mengatakan bahwa penampilan akan membuat image lain bagi seseorang.
Unsur “Siapa” berarti
merujuk pada orang yang menyampaikan pesan, dalam arti yang dimaksud adalah
profesi atau pekerjaannya, sedangkan unsur “apa” merujuk pada isi pesannya.
Aristoteles (filosofi
yunani) menyebutkan karakter komunikasi tersebut sebagai etos, yang terdiri
dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good
moral character, good will). Hovland dan Weiss menyebut etos ini credibility
yang terdiri dari 2 unsur, yaitu keahlian (expertise) dan dapat dipercaya
(trustworthiness).
2.2.2 Ethos
Ethos diartikan sebagai sumber kepercayaan (source
credibility) yang ditunjukkan oleh seorang orator (komunikator) bahwa ia memang
pakar dalam bidangnya, sehingga oleh karena seorang ahli, maka ia dapat
dipercaya. Seorang komunikator yang handal, mau tidak mau harus melengkapi
dirinya dengan dimensi ethos ini yang memungkinkan orang lain menjadi percaya.
Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik,
dan maksud yang baik (good sense, good moral character, good will).
Ada beberapa pendapat mengenai penamaan ethos ini, di
antaranya adalah:
1. McCroskey menyebutnya authoritativeness
2. Markham menyebutnya reliablelogical
3. Berlo, Lemert dan Mertz menyebutnya qualification
Secara teoretik, ethos bukanlah variabel tunggal,
melainkan ethos memiliki atau terdiri dari beberapa dimensi, yaitu
kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan. Satu sama lain bisa berdiri sendiri,
tetapi pada suatu “saat” mungkin akan menyatu. Artinya, seseorang memiliki
ethos yang terdeskripsikan pada kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan
2.2.3 Dimensi-dimensi Ethos
Sebelum dimensi ethos tersebut diuraikan, terlebih
dahulu akan dijelaskan pengaruh komunikasi kita pada orang lain, sebagaimana
dikemukakan oleh Herbert C. Kelman. Menurut Kelman, pengaruh komunikasi kita
pada orang lain berupa 3 hal:
1.
Internalisasi
Internalisasi terjadi bila orang menerima
pengaruh karena perilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan sistem nilai yang
dimilikinya. Kita menerima gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain karena
gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain itu berguna untuk memecahkan masalah,
penting dalam menunjukkan arah, atau dituntut oleh sistem nilai kita.
Internalisasi terjadi ketika kita menerima anjuran orang lain atas dasar
rasional. Misalnya kita berhenti merokok, karena kita ingin memelihara
kesehatan kita karena kita tahu bahwa merokok tidak sesuai nilai-nilai yang
kita anut.Dimensi ethos yang paling relevan dalam hal ini adalah
kredibilitas, yaitu keahlian yang dimiliki oleh komunikator atau kepercayaan
kita pada komunikator.
2.
Identifikasi
Identifikasi terjadi bila individu
mengambil perilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena perilaku
itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan
(satisfying self-defining relationship) dengan orang atau kelompok itu.
Hubungan yang mendefinisikan diri artinya memperjelas konsep diri. Dalam
identifikasi, individu mendefinisikan perannya sesuai dengan peranan orang
lain. Dengan perkataan lain, ia berusaha seperti atau benar-benar menjadi orang
lain. Dengan mengatakan apa yang ia katakan, melakukan apa yang ia lakukan,
mempercayai apa yang ia percayai, individu mendefinisikan dirinya sesuai dengan
orang yang mempengaruhinya.Identifikasi terjadi ketika anak berperilaku
mencontoh ayahnya, murid meniru tindak tanduk gurunya, atau penggemar
bertingkah dan berpakaian seperti bintang yang dikaguminya.Dimensi ethos
yang paling relevan dengan identifikasi ialah atraksi (daya tarik komunikator).
3.
Ketundukan
(Compliance)
Ketundukan terjadi bila individu menerima pengaruh
dari orang atau kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi yang
menyenangkan dari orang atau kelompok lain tersebut. Ia ingin memperoleh
ganjaran atau menghindari hukuman dari pihak yang mempengaruhinya. Dalam
ketundukan, orang menerima perilaku yang dianjurkan bukan karena
mempercayainya, tetapi karena perilaku tersebut membantunya untuk menghasilkan
efek sosial yang memuaskan. Bawahan yang mengikuti perintah atasannya karena
takut dipecat, pegawai negeri yang masuk parpol tertentu karena kuatir
diberhentikan, petani yang menanam sawahnya karena ancaman pamong desa adalah
contoh-contoh ketundukan,Dimensi ethos yang berkaitan dengan ketundukan
ialah kekuasaan.
Ada 3 dimensi ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhi
efektivitas komunikator, yaitu ;
1). Kredibilitas
Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate
tantang sifat-sifat komunikator. Dari definisi ini terkandung dua hal, yaitu :
Pertama : kredibilitas adalah persepsi komunikate, jadi
tidak inheren dalam diri komunikator.
Kedua : kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat
komunikator (disebut juga komponen-komponen kredibilitas).
Karena kredibilitas itu adalah masalah persepsi, berarti
kredibilitas berubah bergantung pada pelaku persepsi (yaitu komunikate), topik
yang dibahas, dan bergantung juga pada situasi. Contohnya:
-
Seorang
anggota komisi 1 DPR mempunyai kredibilitas ketika mengajukan pertanyaan kepada
Mentri Kominfo dalam Rapat Dengar Pendapat, tetapi kredibilitasnnya jatuh
ketika ia dipanggil sebagai saksi dalam kasus Korupsi di gedung KPK.
-
Seseorang
mahasiswa mungkin memiliki kredibilitas ditengah teman-teman anda, tetapi tidak
berarti apa-apa dihadapan pemimpin universitas tempat ia kuliah.
-
Seorang dokter
mata mempunyai kredibilitas ketika mengobati pasiennya, tetapi kredibilitasnnya
hilang ketika ia berada di tengah anak istrinya dirumah.
-
seorang mahasiswa akan sangat dikagumi apabila anda KKN (kuliah kerja
nyata) di daerah terpencil (pelosok pedesaan). Tetapi mungkin anda akan
dianggap biasa saja di lingkungan masyarakat kota yang terdidik. Sekali lagi
harus dikatakan bahwa kredibilitas akan sangat tergantung kepada “siapa” yang
memberi persepsi. Karena persepsi merupakan pandangan orang lain (komunikate),
maka persepsi itu dapat dimanipulasi dengan cara menggunakan beragam
atribut/asesoris yang dapat mengubah persepsi orag lain terhadap komunikator.
Misalnya, seorang profesor dari perguruan tinggi terkemuka didandani pakaian
robek-robek, lusuh dan dekil. Maka kita dapat meramalkan kredibilitas sang
profesor tersebut akan jatuh, akan lain halnya apabila sang profesor tersebut
mengunakan jas dan dasi lengkap.
Dengan demikian kredibilitas dapat dibentuk,
dimanupulasi berdasarkan keinginan tertentu. Persepsi komunikate terhadap
komunikator tidaklah berdiri sendiri, salah satunya dipengaruhi prior ethos, yaitu
persepsi komunikate tentang komunikator sebelum ia melakukan komunikasi. Adapun
prior ethos dapat dibangun melalui:
1. Dibangun melalui pengalaman langsung (artinya komunikate
dan komunikator pernah bertemu langsung).
2. Dibangun melalui pengalaman wakilan (vicarious
experiences). Misalnya, komunikator sering ditampilkan oleh media massa sebagai
seseorang yang “hebat”, maka komunikate akan memberikan persepsi baik meskipun
belum pernah berjumpa tatap muka (langsung).
3. Dibangun melaui kelompok rujukan (dibangun melalui skema
kognitif). Misalnya: anda akan mendengarkan petuah seseorang yang diperkenalkan
sebagai kiyai haji. Gelar (kiyai/haji) dinisbatkan kepada orang yang memiliki
ilmu “luhur”, oleh karena itu persepsi kita akan terpengaruh oleh gelar-gelar
tersebut.
Selain prior ethos, pesepsi komunikate terhadap komunikator dipengaruhi pula
oleh intrinsic ethos. Secara
sederhana intrinsic ethos adalah
kepercayaan yang datangnya dari dalam diri komunikator secara berproses.
Misalnya, pada suatu kesempatan anda diundang untuk mendengarkan ceramah
seseorang. Seseorang (komunikator) tersebut terlihat menggunakan pakaian
seadanya: celana jeans sedikit agak lusuh, mengenakan kaos tanpa kerah, serta
hanya mengunakan sendal gunung. Ia akan berbicara tentang kemiskinan dan
kaitannya dengan fenomena bunuh diri dikalangan masyarakat tidak mampu. Setelah
beberapa saat komunikator tersebut berbicara, pembicaraannya begitu mendalam
dengan menggunakan contoh-contoh yang mudah dimengerti serta tata susunan
bahasaya yang menawan. Maka perlahan-lahan komuniktor tersebut menampakan
kredibilitasnya yang tinggi. Kredibilitas akan sangat ditentkan oleh persepsi.
Di samping itu, terdapat dua komponen yang menentukan
kredibilitas, yaitu:
1. Keahlian
kesan yang dibentuk oleh komunikate tentang kemampuan
komunikator dalam hubunganya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang
dinilai tinggi pada keahliannya dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu
banyak, berpengalaman, atau terlatih. Sebaliknya komunikator yang dinilai
rendah pada keahliannya dianggap tidak berpengalaman, tidak tahu, atau bodoh.
2. Kepercayaan
kesan komunikate tentang komunikator yang berkaitan dengan
wataknya. Indikatornya adalah jujur, tulus, bermoral, adil, sopan dan etis.
Aristoteles menyebut indikator tersebut dengan: good moral character.
Tokoh lain, Koehler, Annatol,
dan Applbaum menambahkan empat komponen kredibilitas, yaitu:
1.
Dinamisme, umumnya berkaitan
dengan cara orang berkomunikasi. Komunikator memiliki dinamisme bila ia
dipandang bergairah, bersemangat, aktif, tegas, dan berani. Lawannya: pasif,
ragu-ragu, lesu dan lemah. Dalam komunikasi, dinamisme memperkokoh kesan
keahlian dan kepercayaan.
2.
Sosiabilitas, bila komunikator
sebagai seorang yang periang dan sangat bergaul
3.
Koorientasi, bila komunikator
mewakili kelompok yang kita senangi, yang mewakili nilai-nilai kita.
4.
Karisma, bila komunikator
menunjukkan sifat luar biasa yang dimilikiya sehingga dapat menarik dan
mengendalikan komunikate seperti magnet menarik benda-benda disekitarnya.
Tokoh-tokoh yang baik dan juga yang buruk/tidak baik, memiliki karisma, bila ia
memiliki pesona yang memukau para pengikutnya, yaitu pesona yang tidak dapat
dijelaskan secara objektif ilmiah. Tokoh-tokoh itu seperti kennedy, nehru,
gandhi, khomeini, soekarno dan sebagainnya.
2). Atraksi
Atraksi (attractiveness) adalah
daya tarik komunikator yang besumber dari fisik. Seorang komunikator akan
mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap melalui mekanisme daya
tarik (fisik), misalnya, komunikator disenangi atau dikagumi yang memungkinkan
komunikate menerima kepuasan. Atau daya tarik ini disebabkan oleh adanya faktor
kesamaan antara komunikator dan komunikate, sehingga memungkinkan komunikate
tunduk terhadap pesan yang dikomunikasikan komunikator. Daya tarik fisik adalah
salah satu yang dapat menyebabkan pihak lain (komunikate) merasa tertarik
kepada komunikator. Misalnya, kita menyenangi orang-orang yang cantik atau
tampan, atau mungkin kita akan menyenangi orang-orang yang memiliki banyak
kesamaan dengan kita, atau mungkin juga kita akan menyenangi orang-orang yang
memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari kita. Hal-hal itu terkait dengan daya
tarik fisik, ganjaran, kesamaan, dan kemampuan. Komunikator yang menarik secara
fisik akan memiliki daya tarik tersendiri yang memungkinkan ia memiliki pesona
persuasif.
Everest M.Rogers membedakan
kondisi homophily dan heterophily. Homophily adalah suatu kondisi dimana
komunikator dan komunikan merasakan adanya kesamaan, misalnya dalam hal status
sosial ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan. Heterophily adanya
perbedaan antara komunikator dan komunikan dalam hal status sosial ekonomi,
pendidikan, sikap dan juga kepercayaan.
Penelitian sosiologi, psikologi,
dan juga komunikasi membuktikan bahwa faktor-faktor kesamaan tersebut
berpengaruh terhadap efektifitas pesan-pesan yang disampaikan. karena itulah,
komunikator yang ingin mempengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan
menegaskan adanya kesamaan dengan dirinya dengan komunikan. Kenneth Burke,
seorang ahli retorika menyebut upaya ini sebagai “strategy of identification”.
Simons menerangkan mengapa
komunikator yang dipersepsi memiliki kesamaan dengan komunikate cendrung
berkomunikasi lebih efektif sebagai berikut.
1.
Kesamaan
mempermudah proses penyandibalikan (decoding), yaitu proses menerjemahkan
lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-gagasan.
2.
Kesamaan
membantu membangun premis yang sama. Premis yang sama mempermudah proses deduktif.
Artinya, bila kesamaan disposisional relevan dengan topik persuasi, khalayak
akan terpengaruh oleh komunikator. Misalnya, bila seorang dosen menerangkan
tentang paham sosialis religius pada mahasiswa, dan mahasiswa adalah orang yang
senang dengan paham sosialis dan religiu, maka komunikasi dosen dan mahasiswa
akan efektif.
3.
Kesamaan
menyebabkan komunikate tertarik pada komunikator. Kita cenderung menyukai
orang-orang yang memiliki kesamaan disposisional dengan kita. Karena kita
menyukai komunikator maka kita cenderung akan menerima gagasan-gagasannya.
4.
Kesamaan
menumbuhkan rasa hormat dan percaya kepada komunikator. meskipun alasan ini
belum dibuktikan secara sahih, akan tetapi simons menunjukan adanya hubungan
positif antara kesamaan dengan rasa percaya dan hormat, walaupun hubangan itu
lemah.
3). Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan.
Ketundukan timbul dari interaksi antara komunikator dan komunikate. Kekuasaan
menyebabkan seorang komunikator “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain,
karena ia memiliki sumber daya penting (critical reseorces). Atas dasar
kekuasaan French dan Raven menyebut beberapa jenis kekuasaan, yaitu:
1.
Kekuasaan
Koersif (coersive power)
menunjukkan kemampuan komunikator untuk mendatangkan
ganjaran atau mendatangkan hukuman bagi komunikate. Misalnya hukuman yang
bersifat personal: benci atau kasih sayang.
2.
Kekuasaan
Keahlian (Expert Power)
berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau
kemampuan yang dimiliki komunikator. Seorang dosen memiliki kekuasaan keahlian,
sehingga ia dapat menyuruh mahasiswanya menafsirkan suatu teori sesuai dengan
pendapatnya.
3.
Kekuasaan
Informasional (Informational Power)
berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru
yang dimiliki oleh komunikator. Seorang ahli mesin dapat menyarankan manajernya
untuk membeli mesin jenis/keluaran baru yang lebih baik cara kerjanya.
4.
Kekuasaan
rujukan (Referent Power)
Komunikate menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan
untuk menilai dirinya. Misalnya: menjadikan komunikator sebagai teladan, karena
perilakunya yang baik.
5.
Kekuasaan
Legal (Legitimate Power)
berasal dari seperangkat aturan atau norma yang menyebabkan
komunikator berwewenang untuk melakukan suatu tindakan. Misalnya: seorang
manajer bisa saja mengeluarkan pegawainya yang melanggar aturan.
BAB III
KESIMPULAN
DAN SARAN
3.1
Kesimpulan
Komunikasi
efektif adalah pertukaran informasi, ide, perasaan yang menghasilkan perubahan
sikap sehingga terjalin sebuah hubungan baik antara pemberi pesan dan penerima
pesan sedangkan psikologi
komunikator Artinya, untuk bisa dipercayai orang lain diperlukan bukah saja
bisa/dapat berbicara tetapi juga memerlukan ”penampilan” yang meyakinkan. He
doesn’t communicate what he says, he communicates what he is. Artinya ia tidak
dapat menyuruh pendengar hanya memperhatikan apa yang ia katakan
3.2
Saran
Sebagai
mahasiswa dengan mengetahui dasar-dasar komunikasi efektif dan psikologi
komunikator merupakan hal yang sangat bermanfaat dan penting untuk menunjang
pengetahun baik dalam sosial ataupun konteks kehidupan sehari-hari dalam
berkomunikasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku
Riswandi,2013, PSIKOLOGI
KOMUNIKASI, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Internet
Komentar
Posting Komentar