Literasi Media



Literasi Media.
McCannon mengartikan literasi media sebagai kemampuan secara efektif dan secara efesien memahami dan menggunakan komunikasi massa (Strasburger & Wilson, 2002). Ahli lain James W Potter (2005) mendefinisikan literasi media sebagai satu perangkat perspektif dimana kita secara aktif memberdayakan diri kita sendiri dalam menafsirkan pesan-pesan yang kita terima dan bagaimana cara mengantisipasinya. Salah satu definisi yang popular menyatakan bahwa literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan isi pesan media. Dari definisi itu dipahami bahwa fokus utamanya berkaitan dengan isi pesan media.  
Dasar dari media literasi adalah aktivitas yang menekankan aspek edukasi di kalangan masyarakat agar mereka tahu bagaimana mengakses, memilih program yang bermanfaat dan sesuai kebutuhan yang ada. Permasalahan yang ada adalah seiring dengan derasnya arus informasi media, masyarakat pun dibuat kebingungan dan tidak mampu memilah, menyeleksi, serta memanfaatkan informasi yang sudah mereka peroleh.
Menurut Potter, terdapat 7 keterampilan (skill) yang dibutuhkan untuk meraih kesadaran kritis bermedia melalui literasi media. Ketujuh keterampilan atau kecakapan tersebut adalah analisis, evaluasi, pengelompokan, induksi, deduksi, sintesis, dan abstracting. Kemampuan analisis menuntut kita untuk mengurai pesan yang kita terima ke dalam elemen-elemen yang berarti. Evaluasi adalah membuat penilaian atas makna elemen-elemen tersebut. Pengelompokan (grouping) adalah menentukan elemen-elemen yang memiliki kemiripan dan elemen-elemen yang berbeda untuk dikelompokkan ke dalam kategori-kategori yang berbeda. Induksi adalah mengambil kesimpulan atas pengelompokan di atas kemudian melakukan generalisasi atas pola-pola elemen tersebut ke dalam pesan yang lebih besar. Deduksi menggunakan prinsip-prinsip umum untuk menjelaskan sesuatu yang spesifik. Sintesis adalah mengumpulkan elemen-elemen tersebut menjadi satu struktur baru. Terakhir, abstracting adalah menciptakan deskripsi yang singkat, jelas, dan akurat untuk menggambarkan esensi pesan secara lebih singkat dari pesan aslinya.
Semua orang pada dasarnya melek media, tidak ada yang benar-benar tidak melek media dan tidak ada pula yang benar-benar melek media. Semua pada dasarnya melek media meski berada pada tingkatan yang berbeda-beda. Porter menilai, semakin tinggi tingkat media literacy yang dimiliki seseorang, maka semakin banyak makna yang dapat digalinya. Sebaliknya, semakin rendah tingkat media literacy seseorang, semakin sedikit atau dangkal pesan yang didapatnya. Seseorang yang tingkat media literacy-nya rendah akan sulit mengenali ketidakakuratan pesan, keberpihakan media, memahami kontroversi, mengapresiasi ironi atau satire dan sebagainya. Bahkan kemungkinan besar orang tersebut akan dengan mudah mempercayai dan menerima makna-makna yang disampaikan media apa adanya tanpa berupaya mengkritisinya. 

Literasi Media Digital.
Gilster (2007) memperluas konsep literasi digital sebagai kemampuan memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber digital, dengan kata lain kemampuan untuk membaca, menulis, dan berhubungan dengan informasi dengan menggunakan teknologi dan format yang ada pada masanya. Penulis lain menggunakan istilah literasi digital untuk menunjukkan konsep yang luas yang menautkan bersama-sama berbagai literasi berbasis kompetensi dan keterampilan teknologi komunikasi, namun menekankan pada kemampuan evaluasi informasi yang lebih “lunak” dan perangkaian pengetahuan bersama-sama pemahaman dan sikap ( Bawden, 2008 ; Martin, 2006, 2008 ).
IFLA ALP Workshop ( 2006 ) menyebutkan bagian dari literasi informasi adalah literasi digital, didefinisikan sebagai kemampuan memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai format dari sejumlah besar sumber daya tatkala sumber daya tersebut disajikan melalui komputer. Dengan perkembangan internet, maka pemakai tidak tahu atau tidak memperdulikan dari mana asalnya informasi, yang penting mereka dapat mengaksesnya.
Literasi digital mencakup pemahaman tentang web dan mesin pencari. Pemakai memahami bahwa tidak semua informasi yang tersedia di web memiliki kualitas yang sama. Dengan demikian pemakai lambat laun dapat mengenal lagi situs web mana yang handal, serta situs mana yang tidak dapat dipercaya. Dalam literasi digital ini pemakai dapat memilih mesin pemakai yang baik untuk kebutuhan informasinya, mampu menggunakan mesin pencara secara efektif ( misalnya dengan “advanced search”). Singkatnya literasi digital adalah himpunan sikap, pemahaman keterampilan menangani dan mengkomunikasikan informasi dan pengetahuan secara efektif dalam berbagai media dan format.

Pentingnya Literasi Media.
1.      Literasi media bertujuan membantu konsumen agar memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang isi media, sehingga dapat mengendalikan pengaruh media dalam kehidupannya.
2.      Untuk melindungi konsumen yang rentan dan lemah terhadap dampak media penetrasi budaya media baru.
3.      Tujuan literasi media adalah untuk menghasilkan warga masyarakat yang “well informed” serta dapat membuat penilaian terhadapcontent media berdasarkan pengetahuan dan pemahaman mereka terhadap media yang bersangkutan.


Sumber Referensi:
1.      Intania Poerwaningtias, dkk., (2013), Model-model Gerakan Literasi Media dan Pemantauan Media di Indonesia, Pusat Kajian Media dan Budaya Populer bekerja sama dengan Yayasan TIFA, Yogyakarta.

2.      Internet. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tradisi Fenomenologis dalam Teori Komunikasi

TEORI INTERPRETIF