Cukup Bahasa Jiwa

Cukup jiwa yang mengatakannya

*untuk sahabatku yang sedang jatuh cinta sehabis pentas sebuah acara teater minggu lalu, dan sulit melupakan begitu saja pengalaman sedetik saling bertatapan mata dengan gadis yang dicintainya. Dia adalah sobatku, seorang manusia yang normal sebagai manusia, punya rasa cinta, punya hasrat, punya keinginan, dan punya harapan.
 

“Kiki, aku ingin bertanya…”
Tanyakan saja semua yang sedang mengganjal di dalam benakmu silva…
“apakah kamu tahu apa yang mau aku katakan..?”
Yah, aku tahu. Aku tahu semua yang ada di benakmu, silva. Tetapi katakanlah.
“Tidak cukup Kiki untuk mengatakan saat ini, malam ini, bahkan hingga besok pun waktu tak cukup”
Yah aku tahu. Kata-kata tidak cukup merepresentasi semua yang ada di benakmu. Waktu pun tak cukup membeku menahan kekuatan kata-katamu. Tetapi katakanlah.
“Kiki…”
Yah…aku tahu.
“…Mengapa ada ruang kosong yang terisi ketika kamu menatapku dan aku menatapmu?...”
Yah aku tahu. Ada intensitas dalam jarak antara kamu dan aku.
“..Mengapa panggung seluas ini terasa sangat sempit dan hanya ada aku dan kamu…Kiki?”
Yah aku tahu, Silva. Aku rasa hanya kamu dan aku yang tahu jawabannya. Mereka tak cukup tahu.
“…Mengapa hanya ada aku dan kamu, di antara kebisingan yang ramai ini, Kiki?”
Yah..aku tahu. Kebisingan tidaklah penting, karena ada keheningan di sini.
“Pernahkah kamu merasa waktu mendadak lenyap tapi bumi tetap berputar, Kiki?”
Yah aku tahu maksudmu. Bumi yang kamu pijak berputar tapi waktu di benakmu beku.
“Pernahkah kamu merasa tidak di mana-mana sekaligus berada di mana-mana?”
Aku juga tahu itu. Perasaan lebur total yang tak terperi indahnya.
“…Dan pernahkah kamu tidak berkata-kata tapi kamu berbicara, Kiki?”
Bukankah itu yang sedang kita lakukan sekarang…Silva?***

Komentar

  1. me gusta mucho lo que dice aunque seria mas lindo entender en el idioma indones bubuuub soy tonta!! bububbub

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tradisi Fenomenologis dalam Teori Komunikasi

TEORI INTERPRETIF